Menghitung Gerhana Berdasarkan jarak matahari-bulan, jarak bulan-bumi, serta jari-jari matahari, bulan, dan bumi oleh ketua Lapan
Sains itu adalah akumulasi pemahaman manusia akan alam sepanjang sejarah manusia. Pemahaman itu diformulasikan secara bertahap dan terus disempurnakan. Pola pikir ala dongeng FE sama sekali tidak mengandung unsur sains, hanya “cocokologi” alias comot sana-sini lalu dicocokkan dengan kerangka berfikir FE. Itu berbeda dengan kerangka berfikir sains, yang mengumpulkan data dulu baru kemudian hasil pengolahan data dan analisisnya menghasilkan kesimpulan. Pengujian yang berulang-ulang atas berbagai hasil penelitian baru menghasilkan teori.
Akumulasi pemahaman akan fenomena alam telah melahirkan sains yang bukan didominasi oleh lembaga tertentu seperti NASA. Sains itu besifat universal, termasuk perhitungan gerhana yang basisnya adalah astronomi. Aplikasi perhitungan gerhana memang disediakan oleh situs NASA, tetapi itu bukan satu-satunya. Masih ada beberapa aplikasi lainnya yang bisa digunakan.
Pemahaman gerhana dan perhitungannya didasarkan pada data ilmiah (bukan asumsi) yang menyatakan bahwa gerhana terjadi pada sistem bumi-bulan-matahari. Ketiga benda langit tersebut yang karena gravitasi dirinya secara natural berbentuk bola, tidak ada pengecualian bagi bumi. Bumi berputar pada porosnya. Bulan yang berjarak sekitar 384,000 km dari bumi mengitari bumi sebagai planet induknya. Bumi bersama bulan mengitari Matahari sebagai bintang induk yang berjarak sekitar 150 juta km. Skematik gerhana sudah banyak diajarkan sejak SD, bahwa gerhana matahari terjadi ketika matahari terhalang oleh bulan dan gerhana bulan terjadi ketika purnama tertutup bayangan bumi.
Skematik gerhana matahari dan gerhana bulan
Gerhana menjadi salah satu masalah yang terlalu disederhanakan oleh peggemar FE, hanya dengan mencuplik bagian kecil dari informasi gerhana, yaitu siklus Saros. Seolah-olah gerhana hanya dihitung dengan siklus Saros, tanpa memperhitungkan besar matahari dan bulan serta jarak matahari dan bulan.
Kalau begitu, bagaimana sebenarnya cara menghitung gerhana? Sistem bumi-bulan-matahari bukanlah sistem sederhana, karenanya perhitungan gerhana sesungguhnya rumit untuk difahami awam. Tetapi, disini saya cuplikkan contoh salah satu aspek perhitungan gerhana matahari (aspek titik jatuhnya bayangan bulan di bumi) dari buku “Prediction and Analysis of Solar Eclipse Circumstances” (by W. Williams, Jr., 1971), sama sekali tidak menggunakan siklus Saros. Pada perhitungan ini ditunjukkan parameter jarak matahari-bulan, jarak bulan-bumi, serta jari-jari matahari, bulan, dan bumi.
Karena bumi berbentuk bola, maka perhitungan menggunakan pendekatan bidang dasar (Fundamental Plane) yang melewati titik pusat bumi dan tegak lurus terhadap arah cahaya matahari.
Kemudian dihitung koordinat sumbu bayangan bulan:
Setelah itu dihitung radius umbra dan penumbra untuk mengetahui daerah yang terkena gerhana:
Data yang dihitung dengan aplikasi gerhana NASA sama sekali tidak menunjukkan periodisitas gerhana mengikuti siklus Saros. Berikut data gerhana selama 2011-2020, yang di dalamnya terdapat data gerhana 9 Maret 2016 yang terbukti melintasi Indonesia dengan prakiraan waktu dan jalur yang tepat.
Lalu apa sih siklus Saros yang dicantumkan pada tabel tersebut? Siklus Saros yang dinyatakan sebagai nomor serial Saros, adalah penanda gerhana yang mempunyai sifat gerhana yang mirip. Siklus Saros secara rata-rata berulang sekitar 18 tahun 11 hari. Inilah contoh kemiripan jalur gerhana pada serial Saros 130: gerhana matahari total (GMT) 26 Februari 1998, 9 Maret 2016, dan 20 Maret 2034 (perhatikan waktunya berselang 18 tahun 11 hari). Siklus Saros sama sekali tidak digunakan untuk menghitung waktu gerhana.
Untuk awam, tidak perlu repot melakukan perhitungan seperti di atas. Cukup gunakan aplikasi yang sudah memprogram semua perhitungan rumit tersebut. Misalnya, aplikasi gerhana di situs NASA.
Contoh hasil perhitungan waktu kejadian gerhana matahari total yang melintasi Parigi, Sulawesi Tengah
Data pada situs NASA tersebut telah membantu para pengamat di seluruh Indonesia untuk menyaksikan gerhana pada 9 Maret lalu. Saya sendiri membuktikan secara langsung gerhana matahari total (GMT) 9 Maret 2016 lalu dari Parigi, Sulawesi Tengah.
T. Djamaluddin
Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, LAPAN
source:
https://tdjamaluddin.wordpress.com/2017/01/09/jawaban-atas-pertanyaan-penggemar-dongeng-fe-bumi-datar-serial-4-tentang-gerhana/