Pengertian Filsafat
Pengertian Filsafat
Definisi
filsafat tidak akan diberikan karena para ahli sendiri berbeda-beda
dalam merumuskannya. Cukup di sini disinggung mengenai ciri-ciri dari filsafat,
sebagaimana diuraikan Suriasumantri (1998), yaitu menyeluruh (membahas
segala hal atau satu hal dalam kaitannya dengan hal-hal lain), radikal
(meneliti sesuatu secara mendalam, mendasar hingga ke akar-akarnya),
dan spekulatif (memulai penyelidikannya dari titik yang ditentukan
begitu saja secara apriori). Spekulatif juga bermakna rasional.
Objek Kajian Filsafat
Objek
kajian filsafat sangat luas, bahkan boleh dikatakan tak terbatas.
Filsafat mempelajari segala realitas yang ada dan mungkin ada; lebih luas
lagi, segala hal yang mungkin dipikirkan oleh akal. Sejauh ini,
terdapat tiga realitas besar yang dikaji filsafat,
yakni Tuhan (metakosmos), manusia (mikrokosmos), dan alam
(makrokosmos). Sebagian objek filsafat telah diambil-alih oleh sains,
yakni objek-objek yang bersifat empiris.
Objek-objek kajian filsafat yang luas itu coba dikelompokkan oleh para ahli ke dalam beberapa bidang. Berbeda-beda hasil pembagian mereka. Jujun Suriasumantri (1998) membagi bidang kajian filsafat itu ke dalam empat bagian besar, yakni logika (membahas apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah), etika (membahas perihal baik dan buruk), estetika (membahas perihal indah dan jelek), dan metafisika (membahas perihal hakikat keberadaan zat atau sesuatu di balik yang fisik). Empat bagian ini bercabang-cabang lagi menjadi banyak sekali. Hampir tiap ilmu yang dikenal sekarang ada filsafatnya, misalnya filsafat ilmu, filsafat ekonomi, filsafat hukum, filsafat pendidikan, dan filsafat sejarah.
Objek-objek kajian filsafat yang luas itu coba dikelompokkan oleh para ahli ke dalam beberapa bidang. Berbeda-beda hasil pembagian mereka. Jujun Suriasumantri (1998) membagi bidang kajian filsafat itu ke dalam empat bagian besar, yakni logika (membahas apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah), etika (membahas perihal baik dan buruk), estetika (membahas perihal indah dan jelek), dan metafisika (membahas perihal hakikat keberadaan zat atau sesuatu di balik yang fisik). Empat bagian ini bercabang-cabang lagi menjadi banyak sekali. Hampir tiap ilmu yang dikenal sekarang ada filsafatnya, misalnya filsafat ilmu, filsafat ekonomi, filsafat hukum, filsafat pendidikan, dan filsafat sejarah.
Sumber dan Tujuan Filsafat
Epistemologi
filsafat adalah rasional murni (bedakan dengan rasionalisme). Artinya
pengetahuan yang disebut filsafat diperoleh semata-mata lewat kerja
akal. Sumber pengetahuan filsafat adalah rasio atau akal. Sumber
pengetahuan lain yang mungkin memengaruhi pikiran seorang filosof
ditekan seminimal mungkin, dan kalau bisa hingga ke titik nol. Atau
pengetahuan-pengetahuan itu diverifikasi oleh akalnya, apakah rasional
atau tidak. Misalnya seorang filosof yang beragama Islam tentu telah
memeroleh pengetahuan dari ajaran agamanya. Dalam hal ini ada dua hal
yang bisa ia lakukan: menolak ajaran agama yang menurutnya tidak
rasional, atau mencari pembenaran rasional bagi ajaran agama yang
tampaknya tidak rasional.
Filsafat bertujuan untuk mencari Kebenaran (dengan K besar), artinya kebenaran yang sungguh-sungguh benar, kebenaran akhir. Sifat aksiologis filsafat ini tampak dari asal katanya philos (cinta) dan sophia (pengetahuan, kebijaksanaan, kebenaran). Seorang filosof tidak akan berhenti pada pengetahuan yang tampak benar, melainkan menyelidiki hingga ke baliknya. Ia tidak akan puas jika dalam pemikirannya masih terdapat kontradiksi-kontradiksi, kesalahan-kesalahan berpikir, meskipun dalam kenyataannya tidak ada seorang filosof pun yang filsafatnya bebas dari kontradiksi. Dengan kata lain, tidak ada filosof yang berhasil sampai pada Kebenaran atau kebenaran akhir itu. Semuanya hanya bisa disebut mendekati Kebenaran.
Filsafat bertujuan untuk mencari Kebenaran (dengan K besar), artinya kebenaran yang sungguh-sungguh benar, kebenaran akhir. Sifat aksiologis filsafat ini tampak dari asal katanya philos (cinta) dan sophia (pengetahuan, kebijaksanaan, kebenaran). Seorang filosof tidak akan berhenti pada pengetahuan yang tampak benar, melainkan menyelidiki hingga ke baliknya. Ia tidak akan puas jika dalam pemikirannya masih terdapat kontradiksi-kontradiksi, kesalahan-kesalahan berpikir, meskipun dalam kenyataannya tidak ada seorang filosof pun yang filsafatnya bebas dari kontradiksi. Dengan kata lain, tidak ada filosof yang berhasil sampai pada Kebenaran atau kebenaran akhir itu. Semuanya hanya bisa disebut mendekati Kebenaran.
Filsafat
adalah induk segala ilmu. Pernyataan ini tidak salah karena ilmu-ilmu
yang ada sekarang, baik ilmu alam maupun ilmu sosial, mulanya berada
dalam kajian filsafat. Pada zaman dulu tidak dibedakan antara ilmuwan
dengan filosof. Isaac Newton (1642-1627) menulis hukum-hukum fisikanya
dalam buku yang berjudul Philosophie Naturalis Principia Mathematica
(terbit 1686). Adam Smith (1723-1790) bapak ilmu ekonomi menulis buku
The Wealth of Nations (1776) dalam kapasitasnya sebagai Professor of
Moral Philosophy di Universitas Glasgow. Kita juga mengenal Ibnu Sina
(w.1037) sebagai bapak kedokteran yang menyusun ensiklopedi besar
al-Qanun fi al-Thibb sekaligus sebagai filosof yang mengarang Kitab
al-Syifa’.
Kebenaran Filsafat
Kebenaran yang diperoleh dari filsafat itu sebagian ada yang berkembang menjadi ajaran hidup, isme.
Filsafat yang sudah menjadi isme ini difungsikan oleh penganutnya sebagai sumber nilai yang menopang kehidupannya. Misalnya ajaran Aristotelianisme banyak dipakai oleh kaum agamawan gereja; ajaran neoplatonisme banyak dipakai oleh kaum mistik; materialisme, komunisme, dan eksistensialisme bahkan sempat menjadi semacam padanan agama (the religion equivalen), yang berfungsi layaknya agama formal.
Filsafat yang sudah menjadi isme ini difungsikan oleh penganutnya sebagai sumber nilai yang menopang kehidupannya. Misalnya ajaran Aristotelianisme banyak dipakai oleh kaum agamawan gereja; ajaran neoplatonisme banyak dipakai oleh kaum mistik; materialisme, komunisme, dan eksistensialisme bahkan sempat menjadi semacam padanan agama (the religion equivalen), yang berfungsi layaknya agama formal.